Senin, 22 Maret 2010

ETIKA BERINTERNET

”Tidak boleh menggunakan komputer untuk melukai orang lain”, itulah isi nomor satu dari ”10 Etika Komputer” dari Computer Ethics Institute, Amerika Serikat. Etika ini banyak diadopsi untuk merumuskan etika berinternet secara umum.
Tak ada aturan baku karena etika kan sifatnya tak tertulis. Etika lebih bersifat filosofis. Untuk konteks dunia teknologi informasi, bersifat borderless alias tak mengenal batas negara dan mengayomi semuanya. Bagi netizen, dia lebih tinggi nilainya daripada perangkat hukum yang dibuat negara.
Lalu, bagaimana jika etika berinternet atau netiket kita langgar? Hmmm..., pasti kalian tidak lupa, kan? Di Bogor, kasus penghinaan lewat Facebook menggiring seorang cewek divonis bersalah oleh pengadilan dengan hukuman dua bulan 15 hari.
Enggak keren kan, gara-gara sembrono di dunia maya, hidup kita dihantui stempel ”narapidana” dalam kasus yang tak seharusnya terjadi.
Lebih enggak keren lagi kalau kita sampai dikeluarkan dari sekolah gara-gara tak bisa sopan di internet. Setidaknya itu terjadi di Indonesia dan menimpa empat siswa sebuah SMA di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, gara-gara dianggap penghinaan lewat Facebook.
Maaf, untuk kali ini MuDA memang tak bisa membela untuk kasus-kasus yang sifatnya sudah jelas rambu-rambunya. Beberapa kali MuDA menulis soal etika siber, yang intinya peringatan kepada kita agar lebih hati-hati di dunia siber.
Tulisan ini lebih menekankan pada etika siber, bukan pada cyber law atau hukum siber. Etika merupakan aturan tak tertulis yang seharusnya tertanam dalam benak kita.
Rambu-rambu
Rambu-rambu berinternet banyak dilanggar, entah sadar atau tidak. Inilah awal dari berjalannya rantai kejahatan siber, dari kelas teri, seperti olok-olok nama orangtua kalian, hingga kelas kakap, yakni pemerkosaan, melarikan anak gadis, atau pencurian data kartu kredit.
Untuk menyegarkan ingatan kita, berikut rangkuman rambu- rambu berlalu lintas di dunia maya.

Tidak ada komentar: